Sabtu, 22 Maret 2014

UU Perwakafan di Indonesia

(Perkembangan Peraturan Wakaf Sebelum UU No. 41 Tahun 2004)
Oleh: Mamat Ruhimat
Wakaf konsultan Rumah Wakaf Indonesia


A. Pendahuluan
Hukum Islam merupakan perpaduan antara wahyu Allah Swt. dengan kondisi masyarakat yang ada pada saat wahyu itu diturunkan. Misi hukum Islam sebagai aturan untuk mengejawantahkan nilai-nilai keimanan dan aqidah mengemban misi utama yaitu mendistribusikan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, baik keadilan hukum, keadilan sosial maupun keadilan ekonomi.
Salah satu institusi atau pranata sosial Islam yang mengandung nilai sosial ekonomi adalah lembaga perwakafan. Sebagai kelanjutan dari ajaran tauhid, yang berarti bahwa segala sesuatu berpuncak pada kesadaran akan adanya Allah Swt., lembaga perwakafan adalah salah satu bentuk perwujudan keadilan sosial dalam Islam. Prinsip pemilikan harta dalam ajaran Islam menyatakan bahwa harta tidak dibenarkan hanya dikuasai oleh sekelompok orang, karena akan melahirkan eksploitasi kelompok minoritas (si kaya) terhadap kelompok mayoritas (si miskin) yang akan menimbulkan kegoncangan sosial dan akan menjadi penyakit masyarakat yang mempunyai akibat-akibat negatif yang beraneka ragam.

Wakaf telah disyari'atkan dan telah dipraktekkan oleh umat Islam seluruh dunia sejak zaman Nabi Muhammad Saw. sampai sekarang, termasuk oleh masyarakat Islam di negara Indonesia. Menurut Ameer Ali, hukum wakaf merupakan cabang yang terpenting dalam syari'at Islam, sebab ia terjalin kepada seluruh kehidupan ibadat dan perekonomian sosial kaum muslimin.
Kajian wakaf sebagai pranata sosial merujuk pada tiga corpus, yaitu:
1. Wakaf sebagai lembaga keagamaan, yang sumber datanya meliputi: Quran, Sunnah, dan Ijtihâd;
2. Wakaf sebagai lembaga yang diatur oleh negara, yang merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara itu;
3. Wakaf sebagai lembaga kemasyarakatan atau suatu lembaga yang hidup di masyarakat berarti mengkaji wakaf dengan tinjauan sosial yang meliputi fakta dan data yang ada dalam masyarakat.
Pada tulisan yang sederhana ini, penulis akan mencoba memaparkan wakaf sebagai lembaga yang diatur oleh negara, yang merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Indonesia mulai zaman Kolonial Hindia Belanda, zaman kemerdekaan, mulai keluarnya UU No. 5 Tahun 1960 sampai keluarnya PP No. 28 Tahun 1977, dan Kompilasi Hukum Islam.

B. Pengertian, Unsur-unsur, dan Macam-macam Wakaf

Menurut pengertian bahasa, kata wakaf diambil dari bahasa Arab, kata benda abstrak (maşdar) وقف atau kata kerja (fi`il) وقف- يقف yang dapat berfungsi sebagai kata kerja intransitif (fi`il lâzim) atau transitif (fi`il muta`âdi) yang berarti menahan, mewakafkan, harta yang diwakafkan, harta wakaf. Dan kata wakaf ini dalam bahasa Arab memiliki makna yang sama dengan beberapa kata di antaranya: ( حبس - احبس – صدقة – تحريم – سبيل – يسبل - سبل ). Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi wakaf, di antaranya:
1. EJ. Bill Leiden dalam The Shorter Encyclopaedia of Islam sebagaimana dikutip oleh Muhamad Daud Ali menyatakan bahwa wakaf adalah to protect a thing, to provent it from becoming the property of a third person (memelihara suatu barang atau benda dengan jalan menahannya agar tidak menjadi milik pihak ketiga).
2. Dalam kompilasi Hukum Islam pada pasal 215 ayat (1) dijelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
3. Mayoritas ahli fiqih (pendukung mazhab Hanafi, Syafi`i, dan Hambali) merumuskan pengertian wakaf menurut syara sebagai berikut:
حبس مال يمكن الانتفاع به مع بقاء عينه بقظع التصرف في رقبته على مصرف مباح موجود
"Penahanan (pencegahan) harta yang mungkin dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya dengan cara tidak melakukan tindakan pada bendanya disalurkan kepada yang mubah (tidak terlarang) dan ada"
4. Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperkenalkan definisi baru tentang wakaf, yaitu:
Menahan harta (baik berupa asset tetap maupun asset lancar-pen.) yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada.

Dari definisi-definisi di atas dapat dikemukakan karakteristik wakaf, yaitu: adanya penahanan (pencegahan) dari menjadi milik dan obyek pemilikan, yang diwakafkan berupa harta, dapat dimanfaatkan (mengandung manfaat), tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diwariskan, dan disalurkan kepada hal-hal yang tidak dilarang oleh ajaran Islam.
Penyelenggaraan wakaf harus memenuhi empat unsur, yaitu:
1. Wâkif, yakni pihak yang menyerahkan wakaf;
2. Mauqûf 'alaih, yakni pihak yang diserahi wakaf;
3. Mauqûf Bih, yakni benda atau manfaat benda yang diwakafkan;
4. Şigat atau iqrâr, yakni pernyataan penyerahan wakaf dari pihak wakif.
Wakaf itu adakalanya untuk anak cucu atau kaum kerabat dan kemudian sesudah mereka itu untuk orang-orang fakir miskin. Wakaf yang demikian dinamakan wakaf ahli atau wakaf żurri (wakaf keluarga). Bila wakaf tersebut diperuntukkan bagi kebajikan semata-mata, maka wakaf seperti ini disebut wakaf ħairi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar